PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara yang telah berdiri sejak 1966, resmi menutup seluruh operasionalnya pada 1 Maret 2025. Penutupan ini menandai berakhirnya perjalanan panjang Sritex yang pernah menjadi ikon industri tekstil nasional dan internasional. (Tempo.co)
Penutupan Sritex berdampak langsung pada ribuan karyawan. Data Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Kabupaten Sukoharjo mencatat, sebanyak 10.665 karyawan dari Sritex Group terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara bertahap sejak Januari hingga Februari 2025. Mayoritas karyawan berhenti bekerja mulai 1 Maret 2025, setelah hari terakhir bekerja pada 28 Februari. (Infobanknews.com)
Proses penutupan Sritex dimulai sejak perusahaan dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Semarang pada Oktober 2024, akibat tidak mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati. Total utang Sritex mencapai sekitar Rp12,9 triliun, diperparah oleh penurunan pendapatan sejak pandemi COVID-19 yang mengganggu rantai pasok global dan menurunkan permintaan konsumen.
Sritex sempat menjadi perusahaan tekstil raksasa dengan aset mencapai Rp.33 triliun pada 2018, memiliki 50 ribu karyawan, dan mengoperasikan puluhan pabrik di berbagai lini produksi tekstil. Namun, ekspansi besar-besaran yang dibiayai utang berbunga tinggi dan tekanan ekonomi global membuat perusahaan tidak mampu bertahan.
Meski pabrik utama telah tutup, terdapat kabar bahwa sebanyak 1.300 eks buruh Sritex kembali bekerja di divisi garmen pada awal Mei 2025, setelah adanya penyewa baru aset perusahaan. Namun, pesangon dan hak-hak karyawan yang terkena PHK masih menunggu hasil penjualan aset perusahaan yang pailit. (Industri.kontan.co.id)
Dari sisi pasar modal, saham Sritex (SRIL) telah memenuhi kriteria untuk delisting dari Bursa Efek Indonesia setelah disuspensi lebih dari 24 bulan sejak Mei 2021. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan proses delisting ini sesuai dengan peraturan yang berlaku, dan Sritex tetap wajib menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik. Penutupan Sritex menjadi catatan penting dalam sejarah industri tekstil Indonesia, sekaligus peringatan bagi pelaku industri akan pentingnya manajemen risiko dan adaptasi terhadap dinamika ekonomi global.
Leave a Reply